“Braakkk”
Suara
pintu terdengar keras memecah gendang telinga rasanya. Segera kuhampiri ia ke
kamarnya. Ntah apa lagi ulahnya kini.
“Kamu
kenapa lagi de? Kakak capek liat kamu gini terus” Ujarku sambil mengetuk pintu
kamarnya
“Udahlah
kak! Aku lagi ingin sendiri! Apa peduli kakak hah? Pergi sana!” Terdengar suara
Carol dari seberang pintu.
“Okay.
Ingat makan malam nanti ya” Ujarku sembari pergi meninggalkannya
xXx
Namaku
Yudis. Aku tinggal di kota metropolitan ini sudah sekitar 5 tahun lamanya.
Umurku 23 tahun. Aku mempunyai seorang
adik. Namanya Carol. Di rumah yang aku tempati sekarang, aku hanya tinggal
berdua dengan adikku. Orang tuaku? Mereka pergi. Pergi ntah kemana. Mereka
berdua berjanji akan pulang, tapi apa? Janji tak pernah mereka tepati. Bahkan
seingatku sedari kecil aku tak pernah menerima ucapan ulang tahun dari mereka.
Orang tuaku super super sibuk, tiap bulan aku hanya dikiriminya uang. Tanpa
bertemu. Aku iri dengan teman-temanku yang mendapatkan perhatian dari orang
tuanya. Sedangkan aku?
Carol.
Adikku. Bersekolah di salah satu SMA negeri di Jakarta. Umur kami terpaut jauh.
Berbeda denganku yang ditinggal oleh orang tuaku saat usiaku sudah bisa
dikatakan cukup. Sedangkan Carol? Umurnya sekitar 12 tahun. Mungkin itu yang
menyebabkan sampai saat ini Carol selalu frontal. Pulang malam dalam kondisi
mabuk yang ntah diantar oleh siapa. Aku selalu menasehatinya dan memarahinya. Tapi
ia? Masuk telinga kiri keluar telinga kanan. Aku paham mengapa ia seperti itu.
“Aaaaaaaaaaaaaaaaaaa”
raungan keras terdengar dari kamar Carol.
Segera
kuberlari menuju kamarnya.
“De
kamu kenapa? Buka pintu de. Buka!!!!” Ujarku dengan nada meninggi
“A..kk.uuu
gak ap..a a..pa” Ujarnya terbata-bata
“De!
Aku serius!”
Segera
kuberlari menuju kamarku dan mengambil kunci cadangan kamar Carol.
Pintu
terbuka.
“Carol!!!
Kamu kenapa?? Badanmu kenapa?? Kamu makan apa??” Ujarku seraya mengangkat
kepala Carol.
Carol
terlihat menggigil dengan muka yang pucat. Keringat dingin bercucuran.
“Aku
hanya butuh itu kak. Itu!!”
Kulihat
kemana arah telunjuk jari Carol menunjuk. Segera kuambil apa yang ia inginkan.
“Apa
ini de? Obatmu? Kenapa kamu gak pernah bilang kalo kamu sakit?!?!”
“Gak
perlu tahu! Apa itu! Berikan padaku!” Ujarnya memaksa.
“Nggak
sebelum kamu katakan apa ini!”
“Heroin”
“Hah?!?!”
“Berikan
padaku!!”
Tak
kuhiraukan perkataannya. Segera kubawa ia ke rumah sakit terdekat.
xXx
Di
rumah sakit.
“Jadi
kenapa dengan adik saya dok?”
Dokter
hanya berdehem
“Dok?”
“Adik
anda pecandu narkoba. Dan ia sudah terlalu kecanduan. Saya perkirakan ia sudah
menggunakan narkoba selama 2 tahun belakangan”
Aku
terdiam. Membisu. Tak menyangka.
“Lantas,
bagaimana keadaannya?”
“Saya
tak yakin bahwa adik anda bisa sembuh”
Segera
kuberlari menuju kamar adikku. Tak kuhiraukan orang-orang rumah sakit yang
heran melihatku berlari dengan keadaan terbanjiri oleh air mata.
Di
kamar Carol, aku melihat Carol terbaring lemas.
“Kak
maaf ya, aku selama ini gak pernah dengerin apa yang kakak bilang. Aku... Aku nyesel”
Ujarnya dengan suara parau yang menyakitkan hatiku.
“Iya
de. Nanti kalau kamu sudah sembuh ceritakan semuanya padaku ya!” Ujarku sambil
memegang tangannya.
“Iya
kak. Tapi apakah aku masih bisa sembuh? Aku sudah lama terjerumus dalam hal
ini.”
“De...”
“Kak,
aku gini karena aku mencoba mencari kesenangan. Mencoba mencari kesenangan dari
kesedihan dengan kenyataan kalau orang tua kita gak pernah peduli sama kita.”
“De!
Kamu punya aku! Kenapa kamu gak pernah cerita sama aku?”
“Kak..
Aku memang punya kamu. Tapi aku.....” Suaranya terputus.
“De...
De... De!!” Ujarku sambil mengguncang-guncang badan Carol.
Tak
bergerak. Diam. Dingin. Pucat. Tak terhitung berapa banyak air mata yang
bercucuran. Aku ingin ia kembali. Aku tak ingin hidup sendiri! Lantas, apakah
orang tuaku sudah puas dengan semua ini? Apakah mereka akan menyesal? Apakah
mereka akan pulang dan mengurusi aku? Semua ini karena kalian! – Pikiranku saat
ini.
“Carol.
Semoga kamu bahagia disana ya. Kakak ikhlas melepasmu. Kakak menyayangimu.
Maafkan Ayah dan Ibu yang tidak pernah memberi kasih sayang sebagaimana yang
kamu terjadi pada teman-temanmu. Aku menyayangimu. “ kuberkata dalam hati.